Besok, adalah hari kemenangan seorang pria ditengah cipratan gelembung asmara yang melayang diudara. Kesana-kesini terbawa angin yang tak ingin menggangu perjalanan musim gugurnya. Angkuh tapi sedikit berwibawa, kedua tangannya lurus kedepan dengan jari telunjuk lurus dideretan lipatan sela jari-jemari. Tak risau akan perasan keringat desahan dada matahari yang menggebu dengan pongahnya.
Ia berjalan diserempetan pinggir jalan yang kosong. Menganggap tak ada satupun kornea manusia hidup yang akan meliriknya. Setapak mungkin belum terbesit apa tujuan sebenarnya, tapi dua tiga empat hitungan papan rondepun bergilir akan memberitahukan siapa yang akan memperoleh kemenangan itu. Akan tetapi ini bukanlah sebuah pertandingan memperebutkan piala bertahan yang berdebu dengan sedikit lintang bujur kotoran laba-laba melilit disekujur tubuhny -malahan menganggap dirinya seperti tuan rumah bersertifikat tanah yang sah menurut versinya-. Tunggu! Mungkin ada sedikit salah paham diantara kita, kau berkilah akan menemuiku pada saatnya nanti kutunggu. Buktinya apa! Berlarut waktu mengeluh kebosanan melihatku berjalan kesana-kemari, tanpa ada sedikitpun waktu menyapaku untuk berhenti menatap alias melotot penuh amarah ketanah padang rumput yang tak bersalah ini. Malahan! Kau merenggut nyawa hatimu hingga mati dan melupakan segalanya. Betapa bersalahnya jiwaku ini hingga tak bisa memenuhi janji dibawah tangan –bermaterai 6000 ples cap jempol- bersamamu denganmu seiring kata-kata manis berlalu melintasi benakku.
Ia berjalan diserempetan pinggir jalan yang kosong. Menganggap tak ada satupun kornea manusia hidup yang akan meliriknya. Setapak mungkin belum terbesit apa tujuan sebenarnya, tapi dua tiga empat hitungan papan rondepun bergilir akan memberitahukan siapa yang akan memperoleh kemenangan itu. Akan tetapi ini bukanlah sebuah pertandingan memperebutkan piala bertahan yang berdebu dengan sedikit lintang bujur kotoran laba-laba melilit disekujur tubuhny -malahan menganggap dirinya seperti tuan rumah bersertifikat tanah yang sah menurut versinya-. Tunggu! Mungkin ada sedikit salah paham diantara kita, kau berkilah akan menemuiku pada saatnya nanti kutunggu. Buktinya apa! Berlarut waktu mengeluh kebosanan melihatku berjalan kesana-kemari, tanpa ada sedikitpun waktu menyapaku untuk berhenti menatap alias melotot penuh amarah ketanah padang rumput yang tak bersalah ini. Malahan! Kau merenggut nyawa hatimu hingga mati dan melupakan segalanya. Betapa bersalahnya jiwaku ini hingga tak bisa memenuhi janji dibawah tangan –bermaterai 6000 ples cap jempol- bersamamu denganmu seiring kata-kata manis berlalu melintasi benakku.
Komentar :
Posting Komentar